 
Lama-lama, aku mulai tergila-gila dengan mas Sam, dan isi otakku mulai menganggap bahwa aku ini adalah benar-benar pacar gelapnya dia. Tanpa malu-malu, aku sering tampil di depan webcam, mulai dari berpakaian seksi, berpakaian minim, telanjang bulat sampai masturbasi. Tentu saja hal itu hanya bisa aku lakukan saat koko sedang tidak ada di rumah..
Judul Cerita
Penulis
Total Chapter
Hak Akses
Free Chapter
: Teman Suami
: elngprtma
: 6 Chapter
: Member Paket Eksklusif
: Available
DISCLAIMER!
Cerita ini hanya sebuah karangan belaka. Dengan ini kami menganggap pembaca adalah benar sudah DEWASA dan mampu mempertanggung-jawabkan pilihan bacaannya sendiri. Semoga semesta menjadi saksi, bahwa kami sudah sangat serius berusaha untuk mengingatkan.
     
WARNING! 
Anak kecil harap segera menyingkir!
 
Teman Suamiku
Awalnya, aku hanya berkomunikasi biasa saja, sekedar menyapa, basa basi sedikit atau bertanya-tanya seputar pekerjaan koko-ku, supaya aku bisa lebih mengerti dia. Koko-ku benar-benar terlalu malas untuk menerangkan pekerjaannya sendiri kepadaku. Karena aku cuma lulusan SMU, sedangkan dia yang lulusan S1 perguruan tinggi ternama dan S2 dari luar negeri.
Lama kelamaan, aku mulai berani mencurahkan hati dan perasaanku ke mas Sam, tentu saja awalnya hanya untuk hal-hal sepele, tapi lama kelamaan karena jawaban-jawaban dari mas Sam begitu menyejukkan, aku mulai berani memasuki ranah pribadi.
Seperti keluhanku saat melakukan penyatuan diri dengan koko sampai kepada kehidupan pergaulan bebasku di masa lalu. Sebenarnya sih, aku “terjebak” oleh kecerdikan Mas Sam yang mulai melihat bahwa pengalaman bercintaku jauh lebih baik dan berpengalaman dari pada koko-ku. Karena Mas Sam tidak pernah sama sekali menghakimi atas semua perbuatanku di masa lalu, maka aku merasa seolah-olah telah menemukan teman untuk mencurahkan segala isi hatiku selama ini. Tapi, tentu saja aku tidak membuka semua aibku, aku tidak berterus terang, bahwa aku pernah melakukan aborsi, bahkan sampai lima kali, karena aku belum berani menebak reaksinya terhadap hal yang satu itu.
Chatting di di dunia maya memang memungkinkan orang untuk melewati batas-batas yang hampir tidak mungkin dilakukan orang-orang di dunia nyata, terlebih dengan orang-orang yang sebenarnya saling asing sama sekali.
Beberapa waktu lalu, aku mencoba memancingnya untuk “menaikkan status” menjadi berpacaran di dunia maya, karena ‘toh sekarang kami sedang menggunakan nama samaran masing-masing. Dan ternyata diluar dugaanku, mas Sam bersedia. Selama kami menambah beberapa kode “pengaman” untuk mencegah akun masing-masing diterobos orang lain.
Jadilah kami mulai berpacaran di dunia maya, seperti pacaranku sebelumnya aku merasa bebas untuk bercinta dengan pacarku termasuk yang di dunia maya kali ini. Apabila aku belum orgasme setelah tidur dengan koko, aku minta mas Sam untuk memuaskanku sampai orgasme melalui percintaan ala-ala chatting.
Saat Mas Sam bilang, “aku remas remas dadamu”, maka aku meremas-remas dadaku yang kencang dan bulat ini dengan mem-visualisasi-kan Mas Sam yang melakukannya. Biasanya, hanya sampai mengelus-elus area kewanitaanku saja oleh chattingannya mas Sam, aku sudah bisa orgasme.
Lama-lama, aku mulai tergila-gila dengan mas Sam, dan isi otakku mulai menganggap bahwa aku ini adalah benar-benar pacar gelapnya dia.
Untuk semakin memudahkan komunikasi kami, mas Sam mengajarkanku untuk memanfaatkan webcam dari notebook-ku, hingga sekarang kami bisa mulai saling melihat satu sama lainnya. Tanpa malu-malu, aku sering tampil di depan webcam, mulai dari berpakaian seksi, berpakaian minim, telanjang bulat sampai masturbasi. Tentu saja hal itu hanya bisa aku lakukan saat koko sedang tidak ada di rumah, sedangkan mertuaku tidak mungkin bisa memergokiku karena kamarku ada di lantai dua.
Bercinta di dunia maya, mulai tidak terasa cukup buatku, aku mulai menginginkan tidur sungguhan dengan mas Sam di dunia nyata. Dan ketika aku sampaikan keinginanku ini, ternyata mas Sam pun punya keinginan yang sama. Walaupun begitu, ternyata kami merasa kesulitan menemukan waktu yang pas untuk bertemu, karena mas Sam ingin penyatuan diri kami yang pertama harus penuh kesan yang istimewa, bukan hanya penyatuan diri singkat di mobil, misalnya. Hal ini membuatku hampir menjadi putus asa karena waktu yang tersedia bagiku sangat teramat terbatas, yaitu saat aku ke pasar atau ke gereja.
Dan akhirnya kesempatan itu datang juga, karena suatu hal Koko tidak bisa pergi ke Singapura untuk membeli obat buat mertuaku, sehingga mau tidak mau, koko memintaku untuk pergi ke sana. Kesempatan ini tidak aku sia-siakan, sekalian saja aku membujuk Koko untuk mengizinkanku untuk berobat demi menyuburkan kandunganku di Singapura, terserah itu dilakukan di rumah sakit atau ke shinshe yang ada di sana.
Keberuntungan ternyata memihakku, ternyata mertuaku sangat mendukung, bahkan ikut mencarikan informasi mengenai klinik yang bisa aku datangi. Akhirnya aku dapat ijin untuk pergi ke Singapura selama lima hari, karena memang perawatannya sendiri memerlukan proses pengambilan sampel sebelum dan saat memasuki masa suburku.
Aku mengatur jadwal kepergianku bersama-sama dengan mas Sam, tentu saja tanpa sepengetahuan Koko. Kami akan menginap di hotel yang sama tetapi berbeda kamar, mas Sam sendiri menyiapkan dua kamar untuk berjaga-jaga dari semua kemungkinan. Penerbangan kami tadinya akan dibuat berbeda, tetapi Mas Sam merasa khawatir, karena aku memang tidak pernah benar-benar pergi sendiri ke luar negeri, dan akhirnya kami pun menggunakan penerbangan yang sama.
Pada hari keberangkatan, sesampainya di bandara aku segera bergegas ke business lounge seperti yang diminta mas Sam, karena dia sudah menunggu di sana. Setelah cipika-cipiki, kami lalu mencoba untuk bertukar kata seperti biasa, tetapi ternyata semua tampak kikuk, tidak selancar waktu ngobrol chatting di dunia maya, dan akhirnya Mas Sam berhasil mencairkan suasana dengan gurauan-gurauannya.
Walaupun kami berusaha bersikap sewajar mungkin, tapi tidak bisa dipungkiri tetap terlihat ada suasana kemesraan di antara kami. Sebagian orang di sana sering melirik kami dengan pandangan heran karena melihat pasangan pribumi sawo matang berbaju kasual dengan Chinese putih yang sangat sipit yang berbaju seksi.
Akhirnya, waktu untuk boarding tiba, sebelum kami berjalan ke boarding lounge, tanpa aku duga sama sekali, Mas Sam tiba-tiba berbisik padaku dan memintaku untuk melepas celana dalamku di toilet business lounge sebelum naik pesawat.
Wajahku seketika merah merona, karena merasa jengah mendengarnya dan sempat melayangkan protes, karena aku saat ini sudah memakai rok mini, yang akan tinggal sepertiga paha jika aku sedang duduk. Tapi, Mas Sam tetap keukeuh pada permintaannya.
Walaupun aku tidak mengerti tujuannya, tetapi aku turuti juga kemauan Mas Sam yang menungguku melepas celana dalamku di luar pintu toilet dengan senyuman nakal.
Entah bagaimana caranya Mas Sam bisa mengatur tempat kami duduk hingga bisa duduk berdampingan di pesawat, padahal waktu check-in tempat duduk kami terpisah, dan kami duduk di baris yang memang hanya ada dua kursi saja.
Aku kembali terheran-heran saat Mas Sam mengambil selimut yang tersedia di bagasi cabin dan memakainya untuk menutupi pahaku yang hanya tertutup rok mini. Pikirku mungkin Mas Sam tidak terbiasa berjalan dengan wanita yang berpakaian seksi karena istri dan anak perempuan Mas Sam sehari-harinya menggunakan kain penutup kepala.
Hal itu berbeda sekali dengan Koko-ku yang selalu menginginkan aku berpakaian se-seksi mungkin, apalagi karena dadaku yang sangat besar dan bulat, membuat dia selalu membelikan aku baju-baju yang membuat kelebihan ukuran dadaku semakin terlihat dengan jelas.
Di dalam pesawat, aku mulai berani menggelayut manja, dan Mas Sam pun membalasnya dengan kecupan-kecupan kecil di pipi dan bibirku. Jantungku mulai berdebar kencang membayangkan apa yang akan kami lakukan selama beberapa malam ke depan tanpa gangguan siapapun.
-- Next Chapter--
Berangkat Berdua
Setelah pesawat take-off tanpa aku sadari, tangan Mas Sam sudah mulai masuk kebalik selimut yang menutup pahaku. Ah, sekarang aku baru mengerti tujuan Mas Sam menyuruhku membuka celana dalam dan kemudian menutupi kedua pahaku dengan selimut.
Tanpa terasa kulit wajahku terasa menghangat, memerah merona, dan nafasku mulai memburu, padahal tangan Mas Sam baru memijat dan mengelus-elus pahaku saja.
“Shhhhhhh ….” Aku mendesis pelan sekali, saat tangan Mas Sam mulai mengusap-usap pangkal pahaku. Secara naluriah, aku mulai membuka pahaku selebar yang memungkinkan di kursi pesawat dan merubah posisi dudukku agak sedikit melorot pada sandaran kursi supaya seluruh bagian area kewanitaanku menjadi lebih mudah dijangkau.
“Ssshhhh … Maassshhhhh…. ” Tanpa sadar, suara desahanku terdengar tertahan sambil memeluk tangan Mas Sam ketika secuil daging di atas area kewanitaanku mulai diusap-usap dengan lembut oleh jari tangannya, seketika itu juga cairan di area kewanitaanku mulai membasahi lubang di area paling sensitif kewanitaanku.
“Masukin massh … asshhh … masukiiiinnnn … aja … massshhhh …” aku mengerang, benar-benar sudah tidak dapat mengontrol diri, aku tidak tahan lagi jika jari-jari Mas Sam hanya menggesek di luar area celah area kewanitaanku saja.
“CLEEPPP ….”
Aku merasakan salah jari tengah Mas Sam sudah masuk ke dalam lubang area kewanitaanku yang paling sensitif, “Srrtt .. srrttt …. srrrtt …” dengan cepat jari tengahnya itu keluar masuk mengelilingi dinding di dalam celah sempit kewanitaanku dengan leluasa di balik selimut.
“Aashh … ahh … ahh ….” aku berusaha bertahan sekuat tenaga, agar tidak sampai mengeluarkan jeritan dan desahan panjang karena merasakan kenikmatan ini. Dan, tanpa sadar aku menggigit-gigit lengan Mas Sam yang sedari tadi sudah aku peluk dengan erat.
“Ooohhh Tuhaann …. oohh Tuhann … nikmat sekali… ohhhh Masss …” Gumamku tertahan saat aku mulai merasakan bahwa aku sebentar lagi akan mencapai puncak klimaks.
“Oucccchhhhhhhh… masss … ahhhhhh….” Tanpa sadar, aku menggeliat di kursi tempat dudukku saat mencapai puncak kenikmatan itu datang, membuat selimut yang menutupi kedua pahaku melorot, untung saja Mas Sam masih sempat menariknya kembali.
“Uuuughhh enak sekali mas …” ucapku sambil membantu mas Sam membersihkan jari-jari tangannya yang belepotan oleh cairan vaginaku sampai ke punggung dan telapak tangannya, sembari mengatur napasku yang sudah seperti selesai berlari.
Kini, tidak ada lagi kekakuan diantara kami, Aku dan Mas Sam sudah seperti sepasang suami istri yang sedang bulan madu untuk ke beberapa kalinya. Aku sempat mencubit mas Sam karena entah mengapa aku merasa cemburu ketika seorang pramugari mencoba bermain mata dengannya sambil memasukkan jarinya kedalam bibirnya, walaupun Mas Sam hanya menanggapinya dengan melemparkan senyuman ramah yang biasa. Mungkin, pramugari itu bisa menerka apa yang telah dilakukan oleh Mas Sam kepadaku dari balik selimut yang menutupiku.
Fantasiku mulai melayang ke mana-mana, bayangkan saja, dalam waktu kurang dari 5 menit dan hanya dengan jari tangannya saja Mas Sam bisa membuatku orgasme. Padahal, selama ini setiap cowok yang sudah tidur denganku, jarang sekali yang bisa membuatku sampai di puncak kenikmatan itu.
Aku jadi semakin tidak sabar, ingin segera sampai di hotel dan melakukannya lagi dengan mas Sam. Kata beberapa temanku, Batang kelelakian milik orang pribumi itu rasanya lain, dan gaya bercinta mereka pun berbeda. Dari pengalamanku bercinta dengan Koko maupun kelima pacarku yang semuanya Chinese, semua rasanya sama saja kalau sudah di dalam liang kewanitaanku, walaupun ukuran penisnya beda-beda.
Beberapa menit kemudian, pesawat sudah mendarat di Changi Airport dan saat itu ketika kami jalan berdua menuju imigrasi, orang-orang tampak memandang ke arah kami dengan pandangan dan senyuman nakal. Dan aku pun bertanya ke Mas Sam, apakah dia melihat seperti yang aku lihat atau itu hanya perasaanku saja? Karena, ini adalah pertama kalinya kami bepergian bersama.
Mas Sam menjawab bahwa dia juga melihat apa yang aku lihat, menurutnya selain perbedaan ras penampilan kami memang jauh berbeda. Mas Sam berpenampilan dewasa dan kalem, sedangkan aku terlihat seksi dan nakal karena mungkin sudah dibiasakan seperti itu oleh Koko-ku.
Lalu, Mas Sam memberiku saran agar aku merubah sedikit penampilanku, agar kami tidak terlalu terlihat mencolok. Walaupun tidak dikatakannya secara langsung, aku mengerti Mas Sam tidak ingin aku dianggap sebagai wanita bayaran yang mendampingi pengusaha atau pejabat pribumi yang sedang berlibur.
Tanpa terasa, setelah beberapa menit perjalanan dari bandara, kami sampai di hotel Grand Hyatt di Scotts Road yang biasa di pakai Koko kalau dia ke Singapore. Kamar-kamar kami selain berbeda, juga berada di tower yang terpisah, dengan lift sendiri-sendiri. Mas Sam sudah memperhitungkan semuanya dengan cukup teliti, karena dia tahu betul sifat Koko-ku.
Mas Sam juga sudah membeli SIM Card lokal untuk kami pakai berkomunikasi satu sama lain selama di Singapore. Begitu sampai ke kamar, aku mulai gelisah. Ada rasa rindu yang menggebu kepada Mas Sam yang sudah berhasil memikat hati dan tubuhku. Apalagi jika mengingat kejadian di pesawat tadi.
Tapi mas Sam sempat berpesan, aku jangan sampai mengontak dia, aku harus menunggu dia yang mengontak aku karena Mas Sam belum menyiapkan Ponselku yang akan diisi nomor lokal tadi.
“Ting Tong!”
Tiba-tiba bel kamarku berbunyi, ternyata mas Sam sudah berada di luar pintu. Aku segera membukakan pintu untuknya dan menyambutnya dengan gembira karena benar-benar tidak menyangka mas Sam akan ke kamarku secepat ini.
“Hhhhhhmmmmmpppphhhh ….”
Aku segera mendaratkan bibirku dan melumat habis bibir Mas Sam dengan penuh rasa rindu sampai lupa menutup pintu kamarku. Lalu dengan manja aku bertanya pelan, “Kok lama sekali datangnya?” Ucapku sembari tersenyum, sesaat setelah kami selesai berciuman. Padahal, aku sendiri baru saja meletakkan koper dan bersih-bersih ruangan hotel sedikit, walau belum sempat ganti baju.
“Saya tadi harus cari tahu dulu siapa pemilik benda ini …” jawab mas Sam sambil memperlihatkan celana dalam hitam transparan yaitu celana dalam yang aku copot di Cengkareng. Rupanya mas Sam berhasil mencomotnya dari dalam tasku tanpa aku ketahui.
“Aduuuuh kok jadi ada di sana sih ?”
Wajahku langsung memerah karena menahan malu. Dan saat aku berhasil merebutnya, Mas Sam kembali memelukku dengan satu tangannya sedangkan tangan yang lain langsung merogoh masuk kedalam rok miniku yang tentu saja masih belum memakai celana dalam lagi.
Aku segera melepas rok miniku itu sehingga sekarang bagian bawahku sudah terbebas tanpa ada sehelai kain apapun yang menutupi. Mas Sam segera meresponnya dengan melepaskan celana yang dipakainya lalu di susul kemudian melorotkan celana dalamnya.
“Iiiiiihhhhhhhh!!!”
Dengan spontan aku berteriak kaget, kedua mataku terbelalak saat melihat batang pusaka mas Sam yang sudah mengacung keras tepat mengarah ke arahku.
--------- Batas Preview ---------
Maaf, cerita terkunci!
Khusus Member
PAKET EKSKLUSIF
Sepertinya kamu belum memiliki akun. Registrasi dulu, yuk!
Dapatkan Hak Akses Sepenuhnya untuk membuka SEMUA judul cerita yang terkunci.
Login / Registrasi Maaf, kamu belum memiliki Hak Akses Eksklusif untuk membuka seluruh judul cerita yang terkunci. 
Silahkan berlangganan Paket Eksklusif terlebih dahulu. 
Data Kamu
*Hanya kamu yang bisa melihat ini
-
Hak Akses Paket : -
Masa Aktif : -
Langganan Paket Eksklusif dulu, yuk?
Langganan PaketMaaf, masa aktif Paket Eksklusif yang kamu miliki sudah berakhir.
email yang terdaftar :
-
Masa Aktif : -
Perpanjang masa aktif dan kembali berlangganan
Langganan Paket
Maaf, paket eksklusif hanya dapat diakses oleh member yang berlangganan PAKET EKSKLUAIF. Paket premium kamu saat ini adalah Silakan berlangganan paket premium untuk mengakses cerita ini. Terima kasih.



 
  
  
    
Post a Comment