no fucking license
Bookmark

Gangbang




“To-tolong ja... ja-jangan....” ucap Jasmine terbata-bata, isak tangisnya benar-benar terdengar mengkhawatirkan bagi orang-orang yang mempunyai pikiran waras. Ia tampak mencoba menghindar dengan memundurkan letak duduknya hingga sampai terpojok di ujung ranjang saat Eddie mulai mendekatinya."
-- Blurb --

DISCLAIMER!

Cerita ini hanya sebuah karangan belaka. Dengan ini kami menganggap pembaca adalah benar sudah DEWASA dan mampu mempertanggung-jawabkan pilihan bacaannya sendiri. Semoga semesta menjadi saksi, bahwa kami sudah sangat serius berusaha untuk mengingatkan.

WARNING!

Anak kecil harap segera menyingkir!



Informasi Cerita :

Judul Cerita

Penulis

Total Chapter

Hak Akses

Hanya Untuk

:    Gangbang

:    elngprtma

:    4 Chapter

:    Free

:    DEWASA!





FeatureImage

Bab 1 – Eddie SI Bandit

Warung remang-remang yang menjual berbagai macam minuman yang keras di pinggiran kota milik Eddie lumayan cukup besar, tempat itu selalu tampak ramai, tidak pernah sekalipun sepi tanpa pengunjung. 

Di sana berkumpul para pemabuk, preman, bandit, rampok, dan pembuat onar. Warung remang-remang itu benar-benar sarang penjahat, tetapi tidak ada satu orang polisi pun yang mampu menembusnya. Mungkin karena jatah dari Eddie yang merupakan ketua perserikatan bandit-bandit se-jabodetabek itu, selalu lancar dan tidak pernah mengecewakan mereka. 

Posisinya yang kuat membuat ia bisa bergerak bebas mengatur peredaran barang-barang ilegal di kotanya. Bahkan, urusan keamanan pasar-pasar lokal pun, Eddie yang memegang kuasa. Para penggiat kejahatan di seantero kota tidak ada yang berani menentang dan melawannya.

Malam ini, beberapa preman bertubuh besar dan bertattoo tampak sedang berkumpul, gelas berisi air berwarna merah ditangan mereka terlihat berpindah dan berputar searah. Mereka seolah sedang membagikan racikan khusus, dan semua wajib mencicipinya, agar mereka berada di satu frekuensi yang sama.

Tiga orang dari mereka sibuk bermain kartu yang sudah lusuh dan terkelupas di beberapa bagian. Sedangkan tiga orang lainnya sedang membicarakan hal yang serius dengan Eddie, mereka tengah menyusun strategi serta waktu eksekusi perampokan toko emas di kota.

“Ikuti rencana, jangan sekali-kali keluar dari jalur!” Tegas Eddie, memandangi satu persatu wajah anak buahnya dengan tatapannya yang tajam. Deblo, Katrok dan Supri menganggukan kepala mereka serentak, siap mengikuti semua arahan dari Eddie.

Setelah mereka selesai berdiskusi dan membahas semua detail rencana perampokan dengan sangat serius, Eddie mengambil satu batang rokok dari saku depan dan membakarnya sebelum ia melangkahkan kaki ke area depan warung remang-remang miliknya. 

Matanya tampak menerawang jauh, seolah tengah berpikir keras sembari menatap jalan kecil di depannya yang sudah mulai dikuasai gelap. Malam ini, Eddie memang sedang menunggu Ellee yang diberi tugas khusus olehnya.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba setitik cahaya lampu mobil perlahan mendekat ke arah Eddie, sebuah mobil mini truck berwarna coklat berhenti tepat di sampingnya. Dari dalam mobil itu keluar seorang wanita muda berambut pendek, dengan berbagai macam piercing menghiasi hampir seluruh wajahnya.

“Bos! Gadis itu terikat di dalam mobil, mau dibawa ke tempat biasa sekarang?” tanyanya. Langkah kakinya tegap bak seorang lelaki jantan. Sedetik kemudian, asap tebal dari dalam mulutnya terbang ke udara setelah ia mengadahkan kepalamya ke atas, lalu dengan cepat membuang semua asap rokok yang sempat memenuhi rongga paru-parunya.

“Bagus! Bawa sekarang kesana!” ucap Eddie tegas, lalu bergerak cepat ke arah selatan, menuju gudang yang ia sediakan untuk menyimpan stok minuman-minuman yang keras sampai paling keras. Di gudang itu pula ia menyiapkan dua ruangan khusus. Satu kamar untuk mengumpulkan gadis-gadis yang ia culik dari beberapa kampung, dan satu lagi kamar khusus dengan sebuah ranjang kayu lengkap dengan kasur busa berwarna putih untuk menjajal gadis-gadis malang itu. 

Eddie memang tidak pernah tanggung dalam mengerjakan apapun. Cita-citanya sedari kecil ialah menjadi orang kaya, bagaimanapun caranya. Perkara haram tidak jadi soal, asal bisa mendatangkan uang yang sangat banyak. Sejak Eddie masih berumur 12 tahun, ia sudah mulai jadi pencopet, bandar obat dan barang-barang terlarang sampai merampok rumah orang-orang kaya di kota. Semuanya pernah ia lakukan seorang diri, sampai akhirnya sekarang ia dinobatkan sebagai ketua perserikatan bandit-bandit se-jabodetabek di umurnya yang ke-25 tahun.

Di dalam kamar gudang, tercium bau menyengat dari daun cannabis yang sudah dilinting menjadi sebatang rokok dengan ukuran yang cukup besar, terselip diantara jari-jari Eddie yang duduk di tepian ranjang menunggu gadis yang dibawa Ellee, wanita yang tadi ia temui di depan halaman warung remang-remangnya. Sesuai perintahnya, Ellee membawa gadis malang itu setelah beberapa hari melakukan pengintaian yang cermat.

Anak gadis dari lurah yang dulu sempat menangkap dan mem-persekusi Eddie karena ketahuan sedang menggasak satu kandang ayam milik lurah kampung tersebut. Eddie ingin membalaskan dendam, ia akan menghancurkan anak gadis lurah itu seperti perlakuan ayah gadis itu yang telah membuat Eddie hampir mati digebuki orang-orang satu kampung.

“Masuk!”

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Ellee, ia tampak mendorong tubuh gadis itu hingga terhuyung tepat di depan Eddie. Dengan tawanya yang mengekeh kencang, Eddie segera menangkap tubuh gadis itu dan melemparkannya ke atas ranjang.

“Bluugh!”

“Arrgh! Toloooong!” teriak gadis itu dengan kencang dan terdengar histeris ketakutan.

“Hehe.. percuma teriak, gak akan ada yang bisa mendengarnya,” ucap Eddie mengamati gadis itu sebelum ia bertanya kepadanya, “Hmmm, siapa nama kamu, gadis cantik?!” tanya Eddie, menatap ke arah tubuh gadis itu dengan mata yang berputar-putar mengelilingi setiap sudut dari tubuh gadis malang itu.

‘Jasmine, Bos!” Sahut Ellee, setelah gadis itu lama tidak menjawab pertanyaan Eddie. Gadis itu hanya menundukan kepalanya sembari menangis histeris di antara dua lipatan tangan yang melingkari kedua lututnya.

“Hemmm... Jasmine, ya... nama yang bagus, sesuai dengan wajah dan tubuh sempurna yang kamu miliki....” ucap Eddie, lalu kembali menghisap sebatang cannabis ditangannya sebelum kemudian ia menyerahkannya kepada Ellee sembari memberi isyarat dengan gerakan kepalanya agar Ellee segera angkat kaki dari sana.

Ellee menganggukan kepala, setelah mengambil sebatang cannabis yang disodorkan Eddie, ia pun pergi meninggalkan Eddie dan Jasmine berdua di dalam kamar gudang.

“To-tolong ja... ja-jangan....” ucap Jasmine terbata-bata, isak tangisnya benar-benar terdengar mengkhawatirkan bagi orang-orang yang mempunyai pikiran waras. Ia tampak mencoba menghindar dengan memundurkan letak duduknya hingga sampai terpojok di ujung ranjang saat Eddie mulai mendekatinya.

Sembari melangkah pelan ke arah Jasmine, Eddie terlihat sedang melepaskan satu persatu pakaian yang dikenakannya, hingga yang tersisa hanya celana kolor berwarna merah menyala. Kedua paha Jasmine yang sempat terbuka saat ia bergerak mundur, membuat rok yang dikenakan Jasmine tersingkap, melihat putih dan mulusnya kulit paha gadis itu, napas Eddie seketika terdengar cepat memburu, ia tampak sudah tidak sabar ingin segera mencicipi keindahan tubuh gadis malang itu. 

“Bagus juga paha kamu gadis cantik....” ucap Eddie sembari menelan air liurnya. Lalu, satu detik kemudian, ia mulai naik ke atas ranjang dan siap menerkam Jasmine yang sedari tadi berteriak-teriak dengan histeris. Tendangan dan pukulan yang melayang dari tangan dan kaki Jasmine sama sekali tidak berarti, Eddie dengan sangat mudah meringkusnya.

Tangan dan kaki Jasmine terkunci dibawah himpitan tubuh Eddie yang tinggi besar, Jasmine hanya bisa menghabiskan air matanya. Ia kembali menjerit sejadi-jadinya saat kedua tangan Eddie merobek-robek semua pakaian yang dikenakannya. 

“Aaaaarrrghhh! Toloooooong!!!”

Jasmine berteriak hingga suaranya terdengar parau dan serak. Eddie sama sekali tidak menghiraukannya, ia terus saja menarik, merobek dan melemparkan kain-kain yang terkoyak dari tubuh Jasmine ke bawah lantai sembari merasakan libido yang semakin mendidih di dalam tubuhnya. 


Bab 2 - Nasib Buruk Jasmine

Eddie tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuat tubuh Jasmine nyaris tidak lagi tertutupi, hanya beberapa detik saja, kini yang tersisa dari tubuh Jasmine hanyalah beberapa helai kain terkoyak yang masih menempel dan melindungi tubuh gadis malang itu. 

Tetapi, hal itu tidak lama. Dengan sekali renggut, sisa pakaian yang sudah terkoyak itu pun terlepas seluruhnya dari tubuh bagian atas gadis itu. Tiba-tiba, suara jeritan Jasmine terdengar semakin menipis, tangisannya pun mulai perlahan menghilang. Eddie tidak ingin lawannya hanya diam tanpa perlawanan, dengan segera ia menampar pipi Jasmine hingga membuat gadis itu kembali tersadar dan menjerit histeris. Ketakutan yang teramat sangat tergambar jelas dari raut wajahnya yang pucat pasi.

“To...to-tolong... le-lepasin sayaa... le...le-lepasin sa-sayaa.... “ ucap Jasmine, suaranya terdengar lemah, ia benar-benar merasa putus asa, rasanya ia lebih baik mati daripada diperlakukan seperti itu.

“Sudah pasrah dan nikmati saja gadis cantik... kamu pasti suka....” desis Eddie, napasnya kian terdengar cepat. Lalu dengan gerakan penuh napsu, ia mulai menjelajahi buah di dada Jasmine yang tampak ranum, muda dan masih kencang bulat sempurna tanpa goresan noda sedikitpun. Bahkan, sebutir daging kecil di atas puncak bukit itu masih berwarna merah muda dan menantang.

Liar bibir Eddie menyambar kedua buah di dada Jasmine. Dengan rakus ia menjilat, menghisap dan menciuminya. Sementara itu, kedua telapak tangannya seolah tidak ingin hanya berdiam diri, dengan cepat kedua tangan Eddie bergerak ke segala arah menyusuri lekuk tubuh indah dari gadis itu. Mulai dari meraba wajah cantiknya, lalu turun ke dada, hingga akhirnya bermuara di tengah-tengah pangkal paha Jasmine, lalu dengan gerakan memaksa, Eddie menarik satu-satunya yang tersisa dari pakaian Jasmine paling dalam hingga terlepas dari tubuhnya, melewati kedua kaki Jasmine yang meronta-ronta dengan tenaga yang semakin melemah.

“Ja... ja-jangan.... to... to-tolong jaaangaaan! Arrrrghhh huhuhuu....”

 “Diam!” bentak Eddie, ia tampaknya sudah tidak dapat lagi menahan berahi yang meletup-letup di atas puncak ubun-ubunnya.

“Aaaarrrrrrghhh! Huhuhuhu....”

Jasmine kembali menangis histeris, suaranya benar-benar semakin habis. Terdengar serak, parau dan mulai menipis. Setipis napas yang terasa sesak dalam dada.

Untuk sesaat, Eddie menciumi kain berbentuk segita milik Jasmine sebelum melemparkannya ke bawah lantai. Tenaga Jasmine benar-benar kalah telak saat ia berusaha menahan tangan Eddie yang menarik paksa celana paling dalam miliknya. Satu detik lalu, celana berbentuk segitiga miliknya masih melindungi area paling sensitif dari tubuhnya, kini area sensitif dari tubuhnya sudah terbuka dengan sangat bebas, membuat dentuman di dalam dada Eddie semakin meletup-letup, seolah ingin meledakan diri saat itu juga.

Dengan mudah, Eddie membuka kedua paha Jasmine lebar-lebar, hingga satu gundukan yang dipenuhi bulu-bulu halus di tengah-tengah kedua pangkal pahanya terlihat dengan sangat jelas di mata Eddie. Dua garis daging lembut berwarna merah muda tampak benar-benar menyegarkan kedua matanya. 

Sembari menelan air liurnya, ia segera mengarahkan bagian dari tubuhnya yang sudah sedari tadi berdiri dengan sangat tegak hingga lurus ke atas dengan gagah.

Saat hentakan pinggul Eddie mendesak maju, kedua mata Jasmine tampak terbelalak. Suara jeritannya sudah tidak lagi terdengar kencang, teriakannya benar-benar hampir menghilang. Sebelum Jasmine menutup kedua matanya, Eddie mendorong pinggulnya dengan sangat keras dan cepat, hingga tubuhnya benar-benar menyatu dengan tubuh Jasmine yang hanya mampu menggigit bibir bawahnya sembari menggelengkan kepalanya kuat-kuat saat benda tumpul itu merobek selaput daranya.

“Aaaarrrrrggghh! Le... lepasssskaan.. huhuu...”

Eddie tidak menghiraukan raut muka Jasmine yang tampak kesakitan, ia terus saja mendorong dan menarik pinggulnya secara bergantian dan berulang-ulang. Jepitan dari rongga kecil yang masih original itu benar-benar menghisap dan mengurut batang kelelakiannya. Eddie memejamkan kedua matanya meresapi kenikmatan darah perawan yang berhasil ia raih dari tubuh anak gadis lurah kampung sebelah yang pernah menangkap dan menyiksanya.

“Ssshhhh... Aaaaakhhhh cantik... punya kamu ternyata masih di segel, yaa... enak bangeetttt... Aaaaakkhhh...” 

Ediie mulai meracau, sembari menarik dan mendorong pinggulnya dengan kecepatan yang mulai bertambah, kedua tangannya menjulur meraih kedua bukit kembar yang membusung di atas dada Jasmine. Ia meremas, memeluk dan memelintir secuil daging di atas puncak bukit pada tubuh Jasmine yang terguncang mengikuti irama hentakan pinggul Eddie.

Entah sudah berapa lama Eddie menghentakan pinggulnya. Keringat mulai membasahi kening, sementara napasnya terdengar semakin tersenggal-senggal seperti orang yang tengah berlari mengelilingi stadion.

Beberapa saat kemudian Eddie menjatuhkan tubuhnya dan menindih tubuh Jasmine, lalu mendaratkan bibirnya ke atas bibir jasmine yang dengan segera melipat dan menutup bibirnya kuat-kuat. Merasa ia tidak diberi akses untuk menjelajahi rongga mulut gadis itu, Eddie dengan kasar mencekik leher Jasmine dan menampar pipinya.

“Buka mulut kamu!” ucap Eddie dengan nada yang menggeram.

“Aaaaargh!” Jasmine berteriak kecil dan merintih, lalu tanpa sadar mulutnya terbuka, melihat itu dengan cepat Eddie kembali menyambar bibir Jasmine dan menjelajahi rongga mulut Jasmine dengan lidahnya yang begerak liar di dalam rongga mulut Jasmine. Sementara pinggulnya masih saja menghentak, lagi dan lagi terus berulang hingga akhirnya Eddie merasa ia sudah akan sampai di puncak.

Eddie tampak mempercepat gerakan pinggulnya, tubuh Jasmine bergoyang mengikuti dorongan pinggul Eddie yang menusuk dan menarik batang kelelakiannya dengan cepat, kemudian kembali menikamnya dengan batang kelelakiannya yang semakin mengeras di dalam rongga kewanitaan gadis malang itu.

“Aaaaaakhhhh... cantiiikkk! A.. a-aku ma-mau sampaaaii!” 

Eddie berteriak saat tubuhnya tiba-tiba menegang sebelum akhirnya melemas saat lahar putih panas dari dalam tubuhnya menyembur beberapa kali dengan kencang memenuhi rahim gadis itu.

“Aaaakhhhhh.... Ssssshhhh...  Enaaaakk banggettt cantiik....” 

Eddie mendesis panjang, sebelum ia menarik tubuhnya yang masih menancap di dalam tubuh Jasmine, ia mengecup bibir Jasmine dengan sangat liar dan penuh napsu yang menggelora. Kedua tangannya lalu merangkum kedua buah di dada Jasmine dan meremasnya hingga beberapa kali sampai akhinya ia melepaskan diri dan terkulai di samping tubuh gadis itu.

“Ini belum selesai, cantik... malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang... hahahaa...” ucap Eddie sembari tertawa, lalu mengatur deru napasnya. Jasmine tampak membuka kedua matanya setengah, berusaha untuk memicingkan mata dan kembali berteriak ke arah Eddie, tetapi tenaganya sudah benar-benar habis, ia tidak mampu melakukan itu. 

Sebelum Jasmine kembali menjerit dan mengeluarkan segala caci maki, Eddie sudah berdiri dan mengambil pakaiannya yang tergeletak sembarang di bawah lantai lalu kembali mengenakannya. Untuk beberapa detik, Eddie tampak mengabaikan Jasmine yang masih terkulai lemas di atas ranjang, ia mengambil ponsel di dalam saku dan mengetik satu pesan singkat di grup whataspp khusus kumpulan bandit-bandit yang berada di bawah kepimpinannya. 


Bab 3 - Rame-rame

“Katrok, Deblo dan Supri, segera ke kamar gudang, ada bonus buat kalian!”

Setelah mengetik pesan itu, Eddie lalu mengirimkannya sembari melengkungkan satu buah senyum yang sangat lebar. Ia benar-benar merasa puas, akhirnya ia dapat membalaskan sakit hatinya selama ini.

Beberapa menit kemudian, Deblo, Katrok dan Supri tampak memasuki ruangan kamar yang sengaja sudah dibuka oleh Eddie satu menit yang lalu. Ketiga preman itu tercekat, menelan air liur mereka saat melihat tubuh Jasmine yang masih tidak tampak sehelai benangpun di tubuhnya.

Dengan sekuat tenaga Jasmine terlihat bergerak perlahan, berusaha untuk bangkit dari pembaringannya sembari menutup sebagian tubuhnya dengan kedua tangan. Firasat buruk seketika kembali memenuhinya saat ia memicingkan kedua matanya dan melihat kehadiran ketiga preman itu. 

“Tolong... ja... ja.. ja-jangan... huhuhu....”

Tangis Jasmine benar-benar terdengar sangat mengiba, rasa takut dan putus asa yang memuncak membuatnya lebih memilih mati saat itu juga. Tetapi, kedua matanya yang sempat menyapu seluruh ruangan kamar, sama sekali tidak melihat satupun cara dan alat yang bisa mengakhiri hidupnya. 

“Bos, cantik banget... boleh kami garap bareng-bareng?” tanya Katrok, menelan air liurnya entah untuk ke berapa kalinya. Seketika itu juga ia merasa napasnya mulai bertambah cepat. Begitu pula dengan Deblo dan Supri yang tampak ingin segera mendekati Jasmine. 

Mereka sudah tidak sabar untuk segera membongkar seluruh pakaian yang melekat pada tubuh mereka, lalu bermain dengan tubuh Jasmine yang putih, mulus,  kencang dan padat. Sangat berbeda dengan wanita-wanita yang biasa mereka “pakai”. 

“Jangan buru-buru, nikmati dulu serbuk dunia ini ...” ucap Eddie sembari mengeluarkan 4 buah bungkus plastik kecil di sakunya dan memberikan bungkusan itu ke Deblo sebelum ia kembali memberikan perintah kepadanya, “Proses ini dulu, yang lainnya boleh melakukan pemanasan sama gadis cantik itu, cepat!”

“Siap bos!” 

Ucap Deblo sigap mematuhi perintah Eddie. Lalu dengan cekatan, ia menyiapkan segala peralatan untuk memproses barang terlarang itu. Sementara di ranjang, Katrok sudah berada di atas tubuh Jasmine, kedua tangannya sibuk menjelajahi setiap sudut tubuh Jasmine yang benar-benar sudah tidak berdaya. Kibasan tangan dan tendangan kakinya sama sekali tidak memberi pengaruh yang berarti, Katrok dan Supri dengan mudah menguasai dan mendominasi tubuh Jasmine. 

“Aaaarrrghhh Lepaaaassss!” 

Teriakan Jasmine benar-benar bertambah parau dan serak, bahkan hampir tidak terdengar.

Sementara Katrok dan Supri menikmati tubuh Jasmine, Deblo tampak memberikan racikan benda terlarang itu kepada Eddie, lalu menghampiri Katrok dan Supri yang sudah berada di kedua sisi tubuh Jasmine sembari menyentuh, membelai, menjilat dan menciumi setiap detail pada bagian tubuh Jasmine yang hanya bisa berteriak dengan suaranya yang semakin habis. 

Dengan satu dorongan pelan ke arah tubuh rekan-rekannya, Deblo lalu bersiap untuk meyuntikkan racikannya itu kepada Katrok dan Supri, sebelum akhirnya ia menghisap dan menyuntikannya ke tubuhnya sendiri.

Dalam keadaan “high” mereka benar-benar tampak sangat buas, dengan liar dan tidak menyelipkan sedikitpun rasa belas kasihan sama sekali, mereka suguh-sungguh berniat untuk merusak area kewanitaan Jasmine sampai berkali-kali hingga mereka benar-benar merasa puas. 

Setelah melakukan pengundian, Deblo yang mendapat giliran pertama tampak tersenyum puas. Lalu meminta katrok dan Supri memegang kedua paha tangan tangan Jasmine. Sembari mengunci tubuh Jasmine agar tidak bisa bergerak dan melawan, sebelah tangan mereka memeras dan menggenggam salah satu buah di dada Jasmin yang tampak putih, bersih serta mulus, bulat dan kencang itu dengan sangat bernapsu.

Napas ketiganya semakin cepat memburu, libido mereka bergejolak dengan sangat hebat. Melihat kemolekan dan kemulusan tubuh Jasmine yang mempunyai wajah yang ayu dan sangat cantik, malam ini mereka seolah-olah mendapatkan durian runtuh.

Dengan sekali hentakan, tubuh Deblo amblas menyatu dengan tubuh Jasmine yang kembali harus merasakan perih bukan hanya di hati, tetapi seluruh tubuhnya benar-benar terasa sakit. Area kewanitaannya terasa ngilu dan perih. Ia hanya mempu memejamkan matanya erat-erat sembari menjerit sekuat tenaga walau tidak terdengar dan tidak berarti apa-apa.

“Aaaaaakkkhhh... Ssshhhh guys! Ini benar-benar sangat nikmaaaaattt.... Ssssshhhh.. Aaakkkhhh...” 

Deblo meracau tidak karuan, pinggulnya bergerak cepat menembus rongga sempit di tubuh Jasmine dengan sepenuh tenaga, hingga membuat tubuh Jasmine kembali berguncang mengikuti irama hentakan pinggul Deblo yang tanpa henti menghentak melakukan gerakan yang menusuk dan menarik pinggulnya, lalu kembali menusukan sebagian tubuhnya yang panjang dan tumpul itu secara berulang tanpa henti. 

Katro dan Supri seakan tidak mau ketinggalan, mereka dengan sangat liar membenamkan wajah mereka ke atas buah di dada Jasmine dengan sangat bernapsu, entah sudah berapa tanda yang mereka tinggalkan di tubuh Jasmine,  bintik-bintik memerah karena terkena gigitan kecil dan hisapan kuat dari bibir mereka tergambar di hampir seluruh tubuh Jasmine. 

Jasmine meronta, menjerit semampu tenaganya yang masih tersisa, tetapi semua itu percuma, ia benar-benar menjadi bulan-bulanan mereka. Hingga akhinrya, setelah hampir tiga menit, Deblo tampak semakin mempercepat gerakan pinggulnya sembari mendesis panjang.

“Aaaaaaakkhhhhhh  udaaah maau sampaai iniii guyys!” 

Tubuh Deblo menegang untuk beberapa saat, lalu melemas sebelum mencabut sebagian tubuhnya yang masih menancap di tubuh Jasmine.

Melihat Deblo sudah mencapai puncak, Katrok dan Supri buru-buru mengepalkan tangan mereka lalu melakukan pengundian lagi. Setelah beberapa kali, akhirnya Katrok yang mendapatkan giliran kedua. Dengan senyum sumriangah, Katrok buru-buru mendorong tubuh Deblo dan mengambil alih posisinya. 

Supri yang sudah tidak sabar menahan napsu yang sudah benar-benar meledak di dalam dadanya, tampak bergegas memeluk wajah Jasmine dengan tangan kirinya sebelum akhirnya ia mencekik leher gadis malang itu, agar Jasmine mau membuka mulutnya.

“Aaaaa... Euuuuummpphh....” 

Jasmine tampak kesulitan bernapas, lalu ia pun terpaksa harus membuka mulutnya. Disaat itulah Supri bergegas membenamkan batang kelelakiannya ke dalam mulut Jasmine dan menekannya, lalu sedetik kemudian ia kembali menarik dan membenamkannya lagi secara berulang. Terus, lagi dan lagi hingga kedua mata Supri terlihat menutup dan membuka setengah merasakan geli yang nikmat dan segala sensasi yang berhasil memecahkan libidonya.

Di bawah kedua pangkal paha Jasmine, Katrok sudah siap menikam di posisinya. Lalu, dengan sekali gerakan, ia benamkan seluruh area batang kelelakiannya hingga amblas sepenuhnya ke dalam tubuh Jasmine.

“Uuummmmppphh.... huhuhuu....” 

Jasmine sudah tidak mampu menjerit, apalagi melawan. Ia benar-benar berada di titik keputusaannya yang paling ujung. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya selain kematian. 

Katrok dengan sangat kasar melakukan gerakan cepat menikam dan menusuk area kewanitaan Jasmine berkali-kali. Hentakan pinggulnya tampak bertenaga, hingga deru napasnya terdengar sangat memburu. Tubuh Jasmine terlihat bergoyang secara berulang dari atas ke bawah, membuat dua buah di dadanya pun ikut bergerak naik dan turun dengan cepat. 


Bab 4 - Mereka Harus Binasa!

Sementara itu, mulutnya penuh dengan satu tongkat tumpul dari tubuh Supri yang tanpa henti mencekik leher dan menusukan batang kelelakiannya ke dalam mulut Jasmine, lalu menarik dan kembali membenamkannya secara berulang.

“Aaakkkhhhh...bener, bro! cewek ini nikmat bangeett!! Ssshhh... Aakkkhhhh... “ 

“Lezat, ya bro!? Ahahaha....” sahut Deblo tertawa, sembari menyaksikan penyatuan tubuh rekan-rekannya itu, ia tampak masih mengurut dan menggenggam benda tumpul di pangkal pahanya.

“Huuuh.. Aakkhhh enaak banget.. beda sama cewek di pengkolan... ahhaaa... Ssshhhh Aakkhhh...”

Diantara hentakan pinggulnya, Katrok kembali meracau, mendesis panjang sembari menutup kedua matanya, meresapi kenikmatan yang sangat berbeda dari wanita-wanita panggilan yang selama ini pernah ia “pakai”.

Supri yang sudah tidak sabar ingin segera menenggelamkan tubuhnya ke dalam rongga kewanitaan Jasmine, terdengar mengerutu, “Bro! Cepet! Bro!”

“Bentar! Udah di situ aja dulu, ah rese!” tukas Katrok merasa terganggu, lalu kembali membenamkan sebagian tubuhnya yang tumpul itu hingga menyatu tanpa sekat di tubuh Jasmine yang sudah terlihat benar-benar tidak berdaya. 

Hentakan demi hentakan yang membabi buta membuat Jasmine seakan sudah kehilangan nyawanya. Ia benar-benar dalam keadaan setengah sadar. Rasanya, setelah semua ini berlalu ia tidak akan lagi merasa layak berjalan di muka bumi ini.

Kecepatan pinggul Katrok dalam menikam dan mencabut batang kelelakiannya semakin bertambah cepat, keringat tampak menetes dari dahi dan ujung kepalanya cukup deras. Dengan napas yang terdengar tersenggal-senggal, ia terlihat menambah kecepatannya. Tubuh Jasmine kembali bergoyang sangat cepat mengikuti irama hentakan pinggul Katrok.

Lalu, beberapa menit kemudian tubuh Katrok menegang, satu teriakan panjangnya sampai terdengar menggema dari dalam ruangan kamar itu.

“Aaaaaaakkhhhh... enaaaaakkkhhh....”

Jeritan panjang terdengar dari mulut Katrok saat ia sudah mencapai puncak, sementara Jasmine terdengar semakin merintih, menjerit tanpa suara. Airmatanya sudah benar-benar kering, ia sudah tidak mampu lagi menggerakkan tubuhnya.

Melihat Katrok sudah sampai di ujung puncak, Supri dengan segera bergerak mengambil posisi sembari mendorong tubuh Katrok agar segera menjauh dari tubuh Jasmine. Supri benar-benar sudah sangat tidak bisa menahan diri. Dengan terburu-buru ia menancapkan batang kelelakiannya dengan sekali hentakan hingga amblas seluruhnya, dilanjutkan dengan gerakan menusuk dan menarik bagian tubuhnya yang tumpul itu berkali-kali dengan kecepatan turbo.

Karena rangsangan dalam dirinya yang sudah mencapai puncak ubun-ubun, Supri hanya mampu bertahan tidak lebih dari satu menit. Ia terlihat mengerang dan menjerit saat sesuatu yang mendesak keluar dari dalam tubuhnya. Cairan lahar putih yang kental seketika menyembur dan melesat ke dalam tubuh Jasmine yang terkulai lemas tanpa mampu melakukan perlawanan yang tidak berarti.

Tanpa mereka ketahui, Eddie diam-diam merekam semua kejadian itu. Dari wajahnya tampak sebuah lengkungan senyum yang sangat lebar. Seperti biasa, ia berniat menyimpan video itu sebagai jaminan, agar Jasmine selalu menuruti semua kehendaknya. Termasuk melayani para hidung belang yang rata-rata pengusaha dan penguasa di kota ini. 

Jasmine yang mempunyai wajah cantik dengan kulit putih dan bentuk tubuh sempurna, tidak akan sulit untuk dijual kepada para hidung belang yang memiliki kuasa dan uang berlimpah. Berapapun angka yang akan ia tawarkan, rasanya mereka tidak akan pernah berpikir sampai dua kali untuk menolaknya. 

Malam ini benar-benar menjadi malam terpanjang untuk Jasmine. Seakan tidak merasa puas, Katrok, Deblo dan Supri kembali menggilirnya hingga berkali-kali. Mereka berempat melakukan itu sembari menikmati berbagai macam minuman, obat-obatan serta barang terlarang, hingga mereka benar-benar terbang sampai jauh ke angkasa sana.

Sampai pada puncaknya, mereka akhirnya tidak sadarkan diri. Katro, Deblo dan Supri terkulai saling menindih. Sementara Eddie, dengan kepala menyamping terduduk di kursi di depan ranjang kayu di dalam kamar gudang itu.

Beberapa jam berlalu, saat ayam berkokok dengan nyaring, Jasmine mendapati seluruh tubuhnya nyeri, ngilu dan perih pada setiap bagian tubuhnya. Ia menangis sejadi-jadinya, menatap penuh dendam dan amarah ke empat orang preman yang tergeletak sembarang saling menindih. Perlahan, ia berusaha bangkit dan berdiri sembari menyingkirkan tubuh-tubuh yang menghalangi gerakannya.

Langkahnya tampak tertatih-tatih merasakan perih yang sangat luar biasa, Jasmine memilih pakaian mereka yang dirasa cukup untuk tubuhnya. Setelah dengan susah payah, akhirnya ia berhasil mengenakan pakaian sekenanya. 

Lalu, dengan pandangan nanar, ia memandang satu persatu manusia laknat di dalam kamar gudang itu, tatapannya benar-benar menyala penuh api dendam dan amarah yang sangat luar biasa. Hidupnya telah hancur dan tidak lagi mempunyai arti berkat mereka.

Jasmine hanya memiliki dua pilihan, kematian untuknya atau kematian untuk keempat manusia laknat itu. Lalu, ia kembali menyapu pandangannya ke seluruh ruangan. Dengan langkah tertatih menahan perih di sekujur tubuh, ia mulai menyusuri ruangan didalam kamar itu. 

Tanpa ia duga, di dalam laci meja samping kursi tempat duduknya Eddie, ia menemukan satu buah pistol lengkap dengan alat peredam di ujungnya. Dengan tangan gemetar, ia mengambil sepucuk pistol itu dan mulai menodongkannya ke arah kepala Eddie. 

Pistol di tangannya tampak bergetar, Jasmine berusaha untuk menguatkan diri. Sembari menahan getir yang sangat mendalam, ia menaruh telunjuk tangan kanannya di pelatuk pistol. Satu detik kemudian, ia menembakan pelurunya tepat di kepala Eddie dengan menutup kedua matanya.

Seketika itu juga kepala Eddie hancur dan berlubang. Katrok, Deblo dan Supri yang terkulai dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh minuman dan obat-obatan terlarang, sama sekali tidak bereaksi. Lalu, dengan langkah perlahan dan masih tertatih, Jasmine mendekati mereka ke arah ranjang dan mulai menembaki Katrok, Deblo dan Supri dengan membabi buta.

Seketika itu juga ranjang kayu dengan kasur busa berwarna putih itu tidak lagi berwarna putih. Ranjang itu kini sudah berubah menjadi ranjang berdarah. Penuh dengan bercak dan semburan darah kental yang mengalir deras dari tubuh Katrok, Deblo dan Supri.

Jasmine menangis, tubuhnya tampak bergetar dengan sangat hebat. Untuk beberapa saat, ia hanya menekukan kedua kakinya dan memeluk kedua lututnya dengan erat di bawah lantai yang penuh darah. 

Lalu, setelah beberapa saat lamanya, perlahan-lahan Jasmine mulai kembali bangkit dan berdiri. Dengan sekuat tenaga ia mengabaikan rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya, dan mulai berjalan tertatih-tatih menyusuri gudang terkutuk itu hingga akhirnya ia sampai di ujung jalan.

Sembari menyeret langkah kakinya yang terseok-seok, Jasmine berusaha dengan sekuat tenaganya yang masih tersisa,  menembus malam ke arah hutan di seberang jalan samping gudang terkutuk itu. Ia tidak berani membayangkan hari-hari yang akan dijalaninya setelah malam ini. 

Trauma yang mendalam telah berhasil membuatnya menjadi seorang pembunuh. Rasanya itu masih belum setimpal dengan semua yang diterimanya malam ini.


---------   T A M A T    ---------



Post a Comment

Post a Comment

Parallax Ads (mobile post only)